Limbah Sampah Plastik Di Laut

Limbah Sampah Plastik Di Laut

SAMPAH PLASTIK DI SEKITAR KITA: ANTARA KEBUTUHAN DAN MASALAH YANG DITIMBULKAN

Admin dlh | 27 April 2022 | 167516 kali

Kantong plastik menjadi isu pembicaraan penting akhir-akhir ini di dunia pengelolaan sampah. Harganya yang murah, gampang ditemukan, dan mudah digunakan membuat kantong plastik telah menjadi bagian dari hidup manusia. Hampir semua kemasan makanan dan pembungkus barang dan makanan menggunakan plastik dan kantong plastik. Belum lagi plastik untuk kebutuhan lain seperti peralatan dan perabotan rumah tangga, mainan anak-anak, alat olahraga, peralatan elektronik maupun medis, dan sebagainya.

Plastik baru secara luas dikembangkan dan digunakan sejak abad ke-20. Namun  penggunaannya berkembang secara luar biasa dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 150 juta ton/tahun pada tahun 1990-an dan 220 juta ton/tahun pada tahun 2005. Plastik menjadi primadona karena beberapa sifatnya yang istimewa yakni, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan; bobotnya ringan sehingga bisa menghemat biaya transportasi; tahan lama; aman dari kontaminasi kimia, air dan dampaknya; aman sebagai kemasan barang maupun makanan; dan tahan terhadap cuaca dan suhu yang berubah; dan yang lebih penting lagi adalah harganya murah.

Fenomena booming sampah plastik telah menjadi momok yang menakutkan di setiap belahan bumi. Tidak saja di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Jepang. Saat ini penggunaan material plastik di negara-negara Eropa Barat mencapai 60kg/orang/tahun, di Amerika Serikat mencapai 80kg/orang/tahun, sementara di India hanya 2kg/orang/tahun.

Akibat sampah plastik yang memerlukan ratusan bahkan ribuan tahun untuk terurai kembali ke bumi, 57 persen sampah yang ditemukan di pantai berupa sampah plastik. Sebanyak 46 ribu sampah plastik mengapung di setiap mil persegi samudera bahkan kedalaman sampah plastik di samudera pasifik sudah mencapai hamper 100 meter. Bahkan menurut catatan lebih dari 1 juta burung dan 100 ribu binatang laut

Di Indonesia, menurut data statistik persampahan domestik Indonesia, jenis sampah plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5.4 juta ton per tahun atau 14 persen dari total produksi sampah. Dengan demikian, plastik telah mampu menggeser sampah jenis kertas yang tadinya di peringkat kedua menjadi peringkat ketiga dengan jumlah 3.6 juta ton per tahun atau 9 persen dari jumlah total produksi sampah.

Menurut laporan Environmental Protection Agency (EPA) US, di Amerika saja, produksi sampah plastik meningkat dari kurang dari satu persen pada tahun 1960 menjadi 12 persen atau sekitar 30 juta ton pada 2008 dari jumlah total produksi sampah domestik negara ini. Kategori sampah plastik yang terbesar berasal dari kemasan dan wadah seperti; botol minuman, tutup botol, botol sampo dan lainnya. Jenis sampah plastik juga ditemukan pada jenis barang plastik yang penggunaanya bertahan lama seperti pada peralatan perlengkapan dan perabotan, dan barang plastik yang penggunaannya tidak bertahan lama seperti, diaper, kantong plastik, cangkir sekali pakai, perkakas, dan perlengkapan medis.

Sementara itu, Inggris memproduksi sedikitnya 3 juta ton sampah plastik setiap tahun. Sebanyak 56 persen dari jumlah tersebut berasal dari kemasan, dan 75 persen (dari persentase kemasan) berasal dari sampah rumah tangga. Sampah kantong plastik yang dihasilkan oleh Kota Jakarta saja dalam sehari mencapai 1.000 ton. Sampai saat ini belum ada pengelolaan khusus sampah plastik di tingkat kota. Namun pemulung memiliki peran yang sangat penting dalam mata rantai daur ulang sampah plastik yang dilakukan secara informal. Namun seiring dengan produksi plastik yang meningkat tajam dari tahun ke tahun, kemampuan mendaur ulang Amerika juga menunjukkan kondisi yang sangat memuaskan. Saat ini, 80 persen masyarakat di sana telah memiliki akses pada kegiatan daur ulang plastik. Ini seiring pertumbuhan bisnis daur ulang yang meningkat, tercatat lebih 1.600 unit usaha terlibat  dalam daur ulang plastik sehingga berbagai jenis plastik bisa didaur ulang.

Selain memperkenalkan kegiatan daur ulang plastik, ilmuwan juga terus dipicu untuk bisa mencari alternatif lain bahan pengganti plastik konvensional.  Maka saat ini mulailah diperkenalkan plastik ramah lingkungan, degradable plastic, biodegradable plastic, atau bio plastik di tengah masyarakat. Di Jakarta, tiga produsen baru-baru ini memperkenalkan dirinya memproduksi plastik ramah lingkungan di Indonesia. Ketiganya memiliki produk yang berbeda tapi fokus produknya sama yakni, menyediakan alternatif kantong dan kemasan plastik yang ramah lingkungan.(InSWA)

Seiring kemajuan teknologi, industri lain mulai beralih ke plastik sebagai bahan baku produksinya. Saat ini, semakin banyak barang yang terbuat dari plastik. Sebut saja peralatan makan, alat elektronik, furnitur, dan fashion. Perkembangan ini secara drastis meningkatkan produksi plastik, sedangkan daur ulang plastik menjadi tidak efektif. Selain itu, banyak orang yang memilih untuk membakar sampah, termasuk plastik.

Saat ini ada lebih dari 150 juta ton plastik di perairan Dunia. Jumlah ini meningkat 8 juta ton lagi setiap tahunnya. Jika plastik masa lalu belum terurai dengan sempurna, bisa dibayangkan betapa menumpuknya ketika sampah baru terus bertambah setiap harinya. Padahal ada 5% plastik dapat di daur ulang secara efektif, namun faktanya di Indonesia sendiri belum menerapkan sistem daur ulang yang tepat terhadap sampah plastik.

Indonesia Peringkat Kedua Penyumbang Sampah Terbesar Di Dunia

Indonesia menjadi negara peringkat kedua sebagai penyumbang sampah plastik ke laut di Dunia, berada satu posisi dibawah China sebagai peringkat pertamanya. Crup Penelitian Jambeck menerbitkan temuan mereka tentang sampah plastik di laut dalam jurnal yang berjudul Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean

Data ini mengesahkan bahwa Indonesia mendapat peringkat kedua sebagai penyumbang sampah plastik ke lautam di Dunia. China menjadi negara penghasil sampah terbesar di lautan dengan 262,9 juta ton sampah. Diikuti Indonesia sebanyak 187,2 juta ton, Filiphina sebanyak 83,4 juta ton, Vietnam 55,9 juta ton, dan Sri Lanka sebanyak 14,6 juta ton sampah.

Di Indonesia ada lebih dari setengah atau sekitar 57% sampah di lautan Indonesia yang merupakan sampah plastik. Seperti yang kita tahu, plastik merupakan limbah yang sangat sulit terurai. Butuh sekitar 20-50 tahun untuk dapat terurai, sedangkan butuh 400 tahun untuk sampah dapat hancur di dalam air.

Dalam prosesnya sendiri, sampah hancur menjadi partikel-partikel kecil, menyebar di seantero perairan dan tanpa sadar dikonsumsi oleh hewan laut sehingga sampah tersebut perlahan membunuh makhluk hidup di lautan.

Fakta sampah plastik di lautan selanjutnya adalah bahwa partikel plastik (mikroplastik) bukanlah satu-satunya dampak negatif bagi biota laut. Dalam jangka panjang, manusia juga dapat terpengaruh. Hal ini terjadi karena masyarakat mengkonsumsi ikan dan hasil laut. Ikan / makhluk laut yang menelan mikroplastik menelan racun. Racun ini diteruskan kepada mereka yang memakannya.

Pengelolaan Sampah di Indonesia

Lantas bagaimanakah pengelolaan sampah sejauh ini di Indonesia ?

1. 70,4% sampah ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di tahun 2019, da lebih dari 380 TPA di Indonesia, setidaknya ada 8.200 hektar yang sebagian akan atau sudah penuh oleh tumpukan sampah.

Lihat Pendidikan Selengkapnya

Indonesiabaik.id - Sampah plastik selalu menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah maupun laut. Sifat sampah plastik tidak mudah terurai, proses pengolahannya menimbulkan toksit dan bersifat karsinogenik, butuh waktu sampai ratusan tahun bila terurai secara alami.

Untuk pencemaran di laut, Indonesia merupakan penghasil sampah plastik laut terbesar kedua di dunia. Penelitian dari UC Davis dan Universitas Hasanuddin yang dilakukan di pasar Paotere Makassar menunjukkan 23% sampel ikan yang diambil memiliki kandungan plastik di perutnya.

Jika diolah dengan baik, sampah plastik daur ulang dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 16.379.472 per bulan dari produksi 48 ton sampah plastik.

Pemerintah pusat maupun daerah melakukan berbagai upaya untuk dapat mengurangi dampak negatif sampah plastik. Seperti yang dilakukan di Bali, tepatnya Kabupaten Badung, disana dilakukan pengelohan sampah menjadi Bahan Makar Minyak (BBM). Begitu juga kota Surabaya, diluncurkan Suroboyo Bus, untuk tiketnya dapat diperoleh dengan menukarkan sampah plastik.

Solusi Terbaik Untuk Mengurangi Sampah Plastik

Langkah terbaik dalam mengurangi sampah plastik adalah menggunakan bahan organik yang lebih mudah terurai. Yang perlu dibiasakan di masa pandemi ini adalah membawa peralatan makan yang terbuat dari Stainless steel dan kayu untuk mengurangi penggunaan sampah plastik, misal sendok plastik yang merupakan salah satu sampah dari alat makan plastik sekali pakai. Beberapa kebiasaan kecil yang dapat mengurangi potensi sampah plastik antara lain membiasakan masak di rumah. Dengan membiasakan masak di rumah, bisa mengurangi potensi penggunaan sampah plastik. Apalagi di era digital seperti saat ini, dengan anggapan lebih praktis dan lebih hemat waktu, banyak yang memesan makanan siap saji dan pasti dikemas dengan bahan plastik. Sadarkah anda bahwa dengan memesan makanan siap saji justru akan menambah sampah plastik. Selalu membawa tas belanja atau goodie bag saat bepergian. Saat ini sudah banyak minimarket atau supermarket yang tidak menyediakan kantong plastik untuk wadah belanjaan. Selalu bawa tas belanja atau goodie bag meski tidak niat untuk berbelanja, setidaknya hal ini dilakukan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu punya niat untuk belanja. Belanja dengan ukuran yang lebih besar misal membeli kecap kemasan yang biasanya 500 ml diganti menjadi 1 liter, membeli minyak goreng kemasan 1 liter diganti yang kemasan 2 liter dan seterusnya. Gunakan lap kain basah untuk mengganti penggunaan tisu basah. Penggunaan tisu basah memang lebih praktis untuk membersihkan beberapa peralatan rumah tangga, tapi tanpa disadari ternyata tisu basah mengandung resin plastik yang sangat sulit larut dalam air. Alangkah lebih bijaksana apabila penggunaan tisu basah diganti dengan lap basah saja. Masalah sampah plastik mungkin terkesan sepele, tapi dampaknya bagi lingkungan sangat luar bisa. Bukan untuk masa yang akan datang tapi juga di masa sekarang. Mulailah lebih bijaksana dari sekarang untuk mengurangi penggunaan bahan keperluan rumah tangga yang berbahan plastik. Selamatkan pencemaran lingkungan dari sampah plastik ya!.

ARTIKEL DLH, KULON PROGO – Keberadaan sampah plastik harus diakui tidak dapat terhindarkan, hampir di setiap penjuru lingkungan sekitar kita.

Jika dicermati, saat ini berbagai produk plastik terdapat kode-kode tertentu. Kode menyatakan jenis plastik yang membentuk material, sehingga mempermudah untuk mendaur ulang.

Contohnya adalah kode segitiga 3 R dengan angka di tengah-tengahnya. Angka menunjukkan jenis plastiknya dan kadang pula diikuti dengan singkatan, seperti:

PET (Polietilena Tereftalat), pada umumnya terdapat pada botol minuman atau bahan konsumsi lainnya yang cair.

HDPE (High Densy Polyethylene) atau Polietilena berdensitas tinggi, biasanya terdapat pada botol detergen.

PVC (Polivinil Klorid), biasanya terdapat pada pipa dan furniture lainnya.

LDPE (Low Density Polyethylene) atau Polietilena berdensitas rendah, biasanya terdapat pada bungkus makanan.

PP (Polipropilena), umumnya terdapat pada tutup botol minuman, sedotan, dan beberapa jenis mainan.

PS (Polistirena), umumnya terdapat pada kotak makanan, kotak pembungkus daging, cangkir, dan peralatan dapur lainnya.

Semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat, maka akan semakin bertambah pula sampah plastik yang dihasilkan. Wajar jika kemudian menjadi permasalahan lingkungan yang serius.

Perlu diketahui bahwa sampah plastik sangat sulit untuk hancur. Dibutuhkan puluhan bahkan ratusan tahun agar terurai. Oleh karena itu, diperlukan solusi alternatif agar keberadaan sampah plastik dapat ditangani dengan baik. Alternatif penanganannya antara lain dengan 6 R, sebagai berikut:

Menggunakan kembali barang bekas tanpa pengolahan dahulu untuk tujuan yang sama atau berbeda dari tujuan bahan awal. Contohnya: memakai sampah plastik sebagai bahan baku kerajinan, ban bekas dikemas menjadi tempat duduk, dan sebagainya.

Memanfaatkan barang bekas dengan mengolah materinya untuk digunakan lebih lanjut. Contoh: sampah organik diolah menjadi kompos.

Merupakan semua bentuk kegiatan atau perilaku yang dapat mengurangi produksi sampah. Contoh: pergi belanja membawa keranjang/tas belanja dari rumah.

Menggantikan dengan bahan yang bias dipakai ulang sebagai upaya mengubah kebiasaan yang dapat mempercepat produksi sampah. Contoh: membungkus kue menggunakan daun pisang.

Mengisi kembali wadah-wadah produk kemasan yang habis dipakai. Contoh: memanfaatkan botol parfum untuk diisi kembali dengan parfum isi ulang.

Melakukan pemeliharaan atau perawatan agar tidak menambah produksi sampah. Contoh: sandal yang talinya putus, diperbaiki kembali dengan tali yang baru, tanpa perlu beli sandal baru selama masih layak.

Di samping alternatif solusi di atas, dilansir dari berbagai sumber, saat ini juga sedang dikembangkan pemanfaatan sampah plastik sebagai sumber energi. Semoga berhasil dan terealisir dengan baik. (Prd)

Mengganti cup plastik dengan tumbler pribadi

Hampir di setiap penjuru lingkungan, keberadaan sampah plastik tak bisa dihindari. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, limbah plastik Indonesia mencapai 66 juta ton per tahun.

Bukan rahasia umum lagi bahwa sampah plastik tidak bisa terurai begitu saja. Bahkan, beberapa jenis sampah plastik baru bisa terurai setelah ratusan tahun.

Minimnya kesadaran tentang dampak sampah plastik masih menjadi ironi. Lingkungan air, tanah, dan udara menjadi sasaran utama. Lantas siapa sasaran berikutnya? Tentulah manusia. Berbagai senyawa kimia yang terkandung di dalamnya bisa menimbulkan beragam masalah kesehatan bagi manusia.

Kesadaran untuk menghindari penggunaan plastik secara berlebihan menjadi salah satu solusinya. Dimulai dengan memperhatikan penggunaan plastik diri sendiri. Langkah ini sekaligus melestarikan bumi tercinta. Bagaimana caranya?

1. Membawa Kantong Belanja Sendiri Meskipun kantong plastik memang praktis, tapi hal inilah yang membuat sampah pada bumi terus bertumpuk tak terkendali. Membawa kantong belanja sendiri saat belanja atau bepergian adalah cara yang paling mudah untuk berkontribusi mengurangi sampah pribadi.

2. Membawa Botol Minum atau Tumbler Apa yang dibutuhkan ketika haus? Tentu, air minum. Ketika haus jawabannya tidak harus membeli air minum kemasan. Lebih baik menyiapkan air minum dari rumah dengan menggunakan botol minum atau tumbler. Selain bentuk dari peduli terhadap lingkungan, membawa botol minum sendiri juga bisa menghemat uang.

3. Tidak Menggunakan Sedotan Plastik Sedotan plastik memang terlihat remeh. Tapi bayangkan jika ribuan orang yang berfikir seremeh itu?. Tentulah sangat berdampak bagi lingkungan. Sekarang, mulailah mengganti sedotan plastik dengan sedotan bambu atau kertas yang ramah lingkungan.

4. Hindari Membeli Makanan dan Minuman Kemasan Plastik Usahakan, jangan membeli produk dalam kemasan sachet, tapi belilah produk yang dikemas dalam ukuran besar untuk mengurangi sampah. Jika memungkinkan, pilih produk yang dikemas dalam botol kaca atau daun.

5. Daur Ulang Sampah Plastik Tidak semua plastik bisa didaur ulang. Namun, beberapa barang, seperti botol minuman dan pot tanaman dapat dilakukan proses recycle. Kreasikan sampah plastik menjadi hiasan atau barang lain yang dibutuhkan di rumah.

Sampah Plastik di Sekitar Kita: Antara Kebutuhan dan Masalah yang Ditimbulkan

Di Indonesia masih banyak ditemukan pemakaian plastik yang merupakan salah satu material digunakan untuk kemasan sekali pakai. Namun sayang, pengelolaan sampah plastik di Indonesia belum dikelola dengan baik. Salah satu penyumbang masalah utama dalam pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah maupun laut adalah sampah plastik. Masalah ini timbul dikarenakan sifat sampah plastik yang tidak mudah terurai, butuh ratusan tahun bila terurai secara alami.

Apa itu Sampah Plastik?

Sampah plastik adalah semua barang bekas atau tidak terpakai yang materialnya diproduksi dari bahan kimia tak terbarukan. Sebagian besar sampah plastik yang digunakan sehari-hari biasanya dipakai untuk pengemasan. Jadi, kantong plastik juga masih sering dipakai sebagai tempat sampah organik yang akan dibuang ke tempat pembuangan sampah. Melansir Daihatsu.co.id dari situs UN Environment, bahan kimia yang digunakan untuk membuat plastik biasanya berasal dari minyak, gas alam, dan batu bara. Sejak 1950, sampah plastik yang diproduksi mencapai 8,3 miliar ton dan sekitar 60% plastik berakhir di tempat pembuangan sampah atau tercecer di lingkungan alam. Secara tidak sadar, penggunaan plastik mungkin sudah menjadi comfort zone bagi banyak orang. Saat berbelanja, kemasan dan kantong plastik juga menjadi alternatif yang praktis, mudah didapatkan. Bagi para pelaku industri, bahan plastik juga relatif murah dibandingkan material lainnya.

Kebutuhan Plastik dan Produksi Sampah Plastik

Kantong plastik masih menjadi isu pembicaraan penting di dunia pengelolaan sampah. Harganya yang relatif murah, mudah digunakan dan gampang diperoleh, membuat kantong plastik telah menjadi bagian dari hidup manusia. Hampir semua kemasan makanan dan pembungkus barang dan makanan menggunakan plastik dan kantong plastik. Belum lagi plastik untuk kebutuhan lain seperti peralatan dan perabotan rumah tangga, alat olahraga, mainan anak-anak, peralatan elektronik maupun medis, dan sebagainya. Melansir dari inswa.or.id Fenomena booming sampah plastik telah menjadi momok yang menakutkan di setiap belahan bumi. Tidak saja di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Jepang. Penggunaan material plastik saat ini di negara-negara Eropa Barat mencapai 60kg/orang/tahun, dan di Amerika Serikat mencapai 80kg/orang/tahun, sementara di India hanya 2kg/orang/tahun.

Masih dari inswa.or.id, menurut data statistik persampahan domestik Indonesia, yang menduduki peringkat kedua sebesar 5.4 juta ton per tahun atau 14 persen dari total produksi sampah adalah jenis sampah plastik dan mampu menggeser sampah jenis kertas yang tadinya di peringkat kedua menjadi peringkat ketiga dengan jumlah 3.6 juta ton per tahun atau 9 persen dari jumlah total produksi sampah. Menurut laporan Environmental Protection Agency (EPA) US, di Amerika saja, produksi sampah plastik meningkat dari kurang dari satu persen pada tahun 1960 menjadi 12 persen atau sekitar 30 juta ton pada 2008 dari jumlah total produksi sampah domestik negara ini. Kategori sampah plastik yang terbesar berasal dari kemasan dan wadah seperti; botol minuman, tutup botol, botol sampo dan lainnya. Jenis sampah plastik juga ditemukan pada jenis barang plastik yang penggunaanya bertahan lama seperti pada peralatan perlengkapan dan perabotan, dan barang plastik yang penggunaannya tidak bertahan lama seperti, diaper, kantong plastik, cangkir sekali pakai, perkakas, dan perlengkapan medis.(inswa.or.id)

Melansir Daihatsu.co.id Selama masa pandemi Covid-19, sampah menjadi permasalahan baru yang muncul di lingkungan. Dilansir dari BBC Indonesia, jumlah layanan GoFood meningkat hingga 20%, sementara GrabFood juga mengalami peningkatan sebesar 4%. Frekuensi belanja online di Jabodetabek diperkirakan naik dari 1 – 5 kali sebulan menjadi 1 – 10 kali. Sementara berdasarkan survei LIPI pada 20 April – 5 Mei 2020, disebutkan bahwa aktivitas belanja online juga meningkat hingga 62% dengan 96% dari total jumlah paket menggunakan selotip, pembungkus plastik, dan bubble wrap. Pembelian alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, dan face shield juga meningkat dari 4% menjadi 36%.

"Mengurangi Penggunaan Tas Belanja Plastik Sekali Pakai"

Judul atau tagline di atas mengingatkan kita tentang isu lingkungan yang sering kita dengar yaitu sampah, terutama sampah plastik. Penggunaan plastik untuk kebutuhan manusia dari kebutuhan rumah tangga, bangunan, sampai kebutuhan sehari-hari kita tidak lepas dari plastik. Plastik semakin hari semakin tinggi volume penggunaannya yang jika tidak ditangani atau hanya dibiarkan menjadi sampah akan menyebabkan permasalahan bagi lingkungan dan manusia. Pertumbuhan penduduk, kebutuhan yang meningkat, gaya hidup, upaya pengurangan sampah plastik yang belum maksimal, serta kurangnya kesadaran dari berbagai pihak, masyarakat maupun kurangnya penanganan dari pemerintah dan pemerintah daerah merupakan sebab-sebab permasalahan sampah plastik. Sampah plastik merupakan salah satu jenis sampah yang memberikan ancaman serius terhadap lingkungan karena selain jumlahnya cenderung semakin besar, kantong plastik adalah jenis sampah yang sulit terurai oleh proses alam (non biodegradable) dan merupakan salah satu pencemar xenobiotik (pencemar yang tidak dikenal oleh sistem biologis di lingkungan mengakibatkan senyawa pencemar terakumulasi di alam). Dampak yang ditimbulkan dari sampah plastik berupa: jika sampah plastik dibakar secara terbuka (open burning) dapat menyebabkan polusi udara yang dapat menimbulkan penyakit kanker, pada dosis yang lebih besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut ‘chloracne’. Sampah plastik juga dapat mencemari saluran air, irigasi, sungai, danau, pantai dan tanah. Dalam jumlah tertentu, sampah plastik terbukti menyumbat saluran/sungai yg dapat mengakibatkan banjir. Bahkan sampah juga dapat menjadi sebuah bencana, seperti yang terjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah di Cimahi, Jawa Barat, pada tanggal 21 Februari 2005. Maka setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah. Bencana tersebut merupakan sejarah kelam yang menandai kegagalan sistem pengelolaan sampah yang selama ini dijalankan di Indonesia. Hikmah dibalik bencana yang telah mengubur hidup-hidup 143 jiwa manusia tersebut (data resmi pemerintah) adalah tumbuhnya kesadaran pemerintah dan seluruh komponen masyarakat bahwa persoalan sampah bukan lagi masalah sepele yang dapat dibaikan, namun persoalan besar yang harus dikelola bersama-sama secara serius, sistematis, dan menyeluruh. Sebagai perwujudan rasa kesadaran tersebut, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat untuk menerbitkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah pada 7 Mei 2008. Spirit utama dari UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah secara revolusioner mengubah pandangan pengelolaan sampah dari end of pipe menjadi reduce at sources and resources recycle. Dengan pandangan baru tersebut, pengelolaan sampah harus bertumpu pada, pertama, pengurangan dan pengolahan (3R) sampah sejak dari sumbernya, tidak hanya di TPA, karena jika tidak terkelola baik, sampah berpotensi menjadi polutan yang membahayakan lingkungan dan manusia. Kedua, pemanfaatan sampah sebagai sumber daya atau sumber energi sehingga dapat menghemat penggunaan sumber daya alam dan mendatangkan manfaat yang lebih banyak. Total timbulan sampah plastik sebesar 16% dari total timbulan sampah nasional. Trend timbulan sampah plastik di daerah perkotaan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pada tahun 2005 dari 11%, menjadi 15% di tahun 2015. Sebanyak 9,85 milyar lembar per tahun dihasilkan dari 90 gerai ritel se Indonesia (Ditjen PSLB3). Data Jambeck et al tahun 2015, menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara kedua penghasil sampah plastik dilaut sebesar 1,29 Juta Ton/Tahun. Salah satu upaya pengurangan sampah di sumber adalah dengan membatasi penggunaan barang dan/atau kemasan yang berpotensi menimbulkan sampah, misalnya membatasi atau menghindari pemakaian kantong plastik pada saat berbelanja. Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup 2018 dengan tema KENDALIKAN SAMPAH PLASTIK, DITJEN Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan menyelenggarakan serangkaian kegiatan dalam mendukung target Indonesia Bebas Sampah. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah KAMPANYE PENGURANGAN PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengurangi dan membatasi pemakaian kantong plastik dalam upaya mengurangi timbulan sampah. Dalam kegiatan ini akan dibagikan 2000 tas belanja di 3 lokasi yaitu Pasar Santa, Pasar Jambul dan Pasar Tebet Barat. Stop using Plastic Bag, Reduce Pollution, Stay Healty. #Generasicerdastanpaplastik #bawatasbelanjaitukece

Semua orang mungkin sudah tahu bahwa plastik adalah barang ajaib yang kehadirannya sangat membantu manusia tapi di sisi lain membawa bahaya. Plastik yang berakhir di tumpukan sampah nyatanya tidak betul-betul berakhir, melainkan kisahnya masih berlanjut dan membawa bahaya yang sangat serius. Pecahan plastik berupa mikroplastik menjadi polusi dan mencemari lingkungan yang berdampak pada biodiversitas, krisis iklim, hingga kesehatan manusia.

Kenapa ya plastik sulit diurai hingga jadi polusi yang mencemari lingkungan? Dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta Ir. Nurul Hidayati Fithriyah, S.T., M.Sc., Ph.D., menjelaskan dua alasan plastik sulit diurai.

Alasan pertama, plastik adalah benda asing bagi mikroorganisme. Untuk mengurai sampah dibutuhkan enzim dari bakteri atau mikroba sebagai mikroorganisme di dalam tanah atau perairan yang berfungsi mempercepat reaksi penguraian dari sampah menjadi senyawa atau unsur dasar yang bisa diserap dan tidak mengganggu fungsi dari tanah atau perairan. Sementara itu plastik adalah jenis bahan polimer sintetik yang senyawa dan strukturnya tidak dikenali oleh mikroorganisme baik yang ada di tanah maupun perairan. Jadi mikroorganisme kesulitan mengurai plastik karena tidak memiliki enzim yang cocok untuk mengurainya. Nurul mengatakan kemungkinan akan terurai tetap ada tapi membutuhkan waktu yang sangat lama.

Alasan kedua, terletak pada bahan sintetik pembentuk plastik yang terkenal dengan nama panggung polimer. Polimer adalah bahan yang strukturnya terdiri dari senyawa-senyawa dengan rantai yang sangat panjang. Polimer berasal dari dua kata yaitu poli berarti banyak dan mer berarti struktur berulang. Struktur berulang yang sangat banyak inilah yang mempersulit penguraian. Wakil Dekan I Fakultas Teknik UMJ ini menyebut panjangnya bisa mencapai  ratusan hingga  puluhan ribu monomer dalam satu molekul  polimer. Itu artinya dalam satu gram bahan plastik ada milyaran bahkan trilyunan monomer.

“Mungkin satu item plastik membutuhkan waktu penguraian di alam ratusan ribu hingga jutaan hari,” ungkap Nurul. Penggunaan plastik sekali pakai memang sangat tidak direkomendasikan. Maka dari itu muncul beragam alternatif untuk mengisi peran plastik misalnya penggunaan material lain yang lebih ramah lingkungan. Inovasi membuat plastik dari bahan alami yang mudah diurai banyak bermunculan yang dikenal dengan nama plastik biodegradable.

Sesuai dengan namanya, plastik ini mudah diurai oleh mikroorganisme karena terbuat dari bahan-bahan alami misalnya selulosa, kolagen, protein, polisakrida dan polimer-polimer alami lainnya. “Maka itu bisa langsung diuraikan oleh mikroorganisme di tanah atau di perairan umumnya jadi karbon dioksida (CO2) dll. sepenuhnya jadi tidak membentuk polutan mikroplastik,” katanya.

Namun, kita juga perlu hati-hati karena tidak semua plastik biodegradable dapat terurai langsung oleh mikroorganisme. Nurul mengatakan plastik biodegradable berpotensi menghasilkan mikroplastik apabila material pembuatnya tidak sepenuhnya berasal dari bahan alami. “Kalau bahannya mengandung polimer sintetik termasuk plastik oxo-biodegradable maka ada potensi terbentuk partikel mikroplastik,” ungkap Nurul.

Sebagai lembaga pendidikan, Fakultas Teknik UMJ yang saat ini memiliki 9 prodi turut menaruh perhatian pada dan berinovasi mengatasi permasalahan polusi plastik. Mahasiswa mengikuti mata kuliah Teknologi Pengolahan Air dan Limbah Industri serta Teknologi Polimer yang mempelajari berbagai macam jenis plastik dan tata cara pengolahan limbahnya, hingga dapat dijadikan obyek tugas akhir penelitian.

Penelitian limbah plastik yang pernah dilakukan oleh mahasiswa dan dosen Prodi S1 Teknik Kimia yaitu membuat bioplastik dari, atau menambahkan bahan alami ke dalam adonan plastik berupa rumput laut, pati kulit singkong, limbah cair industri tahu, limbah tongkol jagung, biji alpukat, dedak padi, minyak jelantah, kulit kacang tanah, kulit pisang, kitosan dari cangkang hewan laut dsb.. Penelitian tersebut untuk mengukur waktu penguraian (degradasi) limbah plastik oleh mikroba tanah yang berkisar antara  1 hingga  6 bulan. Selain itu terdapat penelitian tentang pengolahan limbah plastik menjadi karbon aktif sebagai adsorben penjerap limbah logam berat.

Di Prodi S2 Teknik Kimia terdapat riset penggunaan lilin lebah sebagai pelapis (coating). Produk riset ini dapat dikembangkan  untuk melapisi bahan ramah lingkungan agar kedap air sehingga dapat menggantikan fungsi plastik. Riset lain membuat bioplastik dari limbah air kelapa yang diolah menjadi nata de coco kemudian di olah  lanjut menjadi bioplastik. Hasil riset ini dapat dikembangkan dengan penambahan kitosan untuk meningkatkan kekuatan mekaniknya.

Untuk penanggulangan masalah plastik,  mahasiswa dan dosen Prodi S1 Teknik Mesin membuat mesin pencacah sampah plastik yang menyiapkan umpan untuk insinerator maupun untuk proses daur ulang. Adapun di Prodi S1 Teknik Elektro telah dibuat sistem sensor pintar bertenaga surya untuk pemilahan sampah organik, anorganik logam, dan anorganik non-logam termasuk plastik, dengan tingkat keberhasilan masing-masing 93%, 99%, dan 87%.

Menangani polusi plastik atau limbah-limbah lain dan polusi apa pun itu dapat menggunakan prinsip 5R yaitu Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, dan Research. Reduce atau mengurangi limbah dari sumber utamanya yaitu penggunaan bahan plastik. Menurut Nurul cukup sulit melepaskan diri dari plastik sekaligus. Namun hal mudah yang bisa dilakukan adalah mulai mencari alternatif material lain yang sesuai dengan kebutuhan untuk menggantikan (replace) plastik, seperti tas belanja berbahan kain, mengganti pembungkus sayuran dan bumbu dapur dengan kertas bekas, dsb.

Reuse atau menggunakan kembali. Jadi kalau pun terpaksa harus menggunakan plastik,  gunakanlah kemasan plastik yang dapat digunakan kembali. Upaya reuse atau upcycle lainnya adalah mengolah limbah plastic menjadi sesuatu yang bernilai guna, bahkan dapat dijual. Contohnya seperti botol plastik bekas minuman dapat dibuat menjadi tempat pensil, pot tanaman, celengan dan sebagainya sesuai kreativitas dan kebutuhan kita.

Kedua unsur R tersebut di atas telah diterapkan dalam program KKN (Kuliah Kerja Nyata) oleh tim mahasiswa gabungan dari berbagai fakultas di UMJ, antara lain dengan mengedukasi masyarakat untuk mengganti plastik dengan anyaman bambu dan melatih pengolahan limbah plastik menjadi ecobrick dan bahan bakar.

Recycle atau daur ulang di mana sampah plastik dipilah dan disetor ke bank sampah untuk didaur ulang menjadi produk plastik  di industri terkait.

Recovery atau memperoleh kembali. Sering kali bahan plastik bercampur dengan bahan lain dalam satu produk atau kemasan. Maka komponen plastik perlu dipisahkan untuk dipakai kembali atau didaur ulang.

Research atau penelitian untuk mengatasi polusi plastik, seperti yang telah dilakukan di FT-UMJ dan lembaga penelitian lainnya, termasuk antara lain penguraian limbah plastik oleh mikro organisme atau serangga.

Plastik memang bahan yang sangat murah dan mudah dibentuk menjadi berbagai macam jenis barang, tapi banyak pula bahan yang lebih ramah lingkungan. Nurul menegaskan semua usaha mengatasi polusi plastik bisa dilakukan jika ada rasa peduli dan kemauan dalam diri manusia.

Pengolahan Sampah di ITS dilakukan dengan prinsip 3R yaitu Reuse, Reduce, dan Recycle. Prinsip 3R diimplementasikan melalui pengurangan penggunaan bahan sekali pakai, drop box E-waste, pemilahan sampah.

Masalah Yang ditimbulkan Sampah Plastik

Sampah plastik membawa dampak negatif yang luar biasa bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Dampak atau bahaya dari sampah jenis plastik ini antara lain; pencemaran air laut yang dapat mengganggu rantai makanan dan membunuh hewan laut, pencemaran air tanah karena sampah plastik tidak mudah terurai, penyebab polusi udara yang dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan manusia, menimbulkan racun karena memproduksi plastik menggunakan bahan kimia beracun, biaya penanggulangan dan pengelolaan sampah plastik sangat mahal dan dapat menurunkan pendapatan negara dari sektor pariwisata.